Selasa, 01 April 2008

04 - Rahasia Sekuntum Bunga


Mahakasyapa, salah seorang siswa sang Buddha, adalah sosok yang unik. Dalam kesehariannya, ia tidak pernah mau menonjolkan diri. Apabila sang Guru - sang Buddha berkothbah - Mahakasyapa selalu mengambil posisi di belakang atau di pinggir. Tidak pernah nampak duduk di depan.
Ia tak begitu tertarik pada kata-kata. Hampir tidak pernah bertanya dalam setiap kothbah sang Buddha. Sementara siswa yang lain menganalisa, mengajukan pertanyaan - Mahakasyapa memilih duduk diam menikmati kesendiriannya, masuk ke dalam diri nya.
Ia telah beberapa kali mengalami pengalaman bathin yang amat dalam - dalam meditasinya, pengalaman menyatu dengan Keberadaan. Ia percaya pada pengalaman, bukan pada teori atau kata-kata.

Sang Buddha bukannya tidak tahu akan siswanya yang satu ini. Dengan ketajaman mata bathinnya, sang Buddha melihat bahwa memang ada sesuatu dalam diri siswa yang nampaknya acuh tak acuh ini.

Sampai pada suatu ketika :

Di bukit Garuda. Bukit Grakhuta. Saat itu sang Buddha sedang memberikan kothbah dharma di hadapan para siswa dan banyak pendengar lain.
Tiba-tiba ada seseorang di antara yang hadir yang bertanya : ' Guru, sesungguhnya - apakah Inti dari ajaranmu itu ? ' Sang Buddha tidak menjawab.Tidak satu kata pun keluar dari mulut beliau. Kemudian, dalam diam, sang Buddha memetik sekuntum bunga yang ada di dekatnya. Memegang bunga tersebut di tangan, dan memandang. Hanya memandang. Sang Buddha hanya memandang saja bunga yang ada di tangannya itu. Mereka yang hadir tidak mengerti.

Tiba-tiba terdengar suara keras. Mahakasyapa tertawa terbahak-bahak. Siswa yang biasanya hampir tidak pernah berbicara itu kini tertawa terbahak-bahak. Sang Buddha tersenyum. ' Yah Mahakasyapa, engkau mengerti ! ' Dan sang Buddha pun memberikan bunga tersebut kepada Mahakasyapa.

Itulah momen kelahiran Zen. Ajaran Inti sang Buddha - yang terutama menekankan meditasi, penitian jalan ke dalam diri - telah diwariskan kepada Mahakasyapa.Ajaran ini di India disebut Dhyana - yang berarti meditasi. Di Tiongkok diterjemahkan menjadi Chan - dan di Jepang , Zen.