Kamis, 19 Juni 2008

09 - Meditasi Shikantaza










Duduklah diam.
Hanya diam.
Musim Semi tiba -
dan rumput pun ,
akan tumbuh dengan sendirinya.





Meditasi adalah sebuah kata umum. Seperti Olahraga. Olahraga ada beragam jenis : Senam adalah olahraga - demikian juga sepakbola, tennis, badminton, renang, golf, tinju, volli , wushu. Bahkan - bermain catur-pun kadang dianggap pula sebagai salah satu cabang olahraga. Demikian juga meditasi. Kata Umum. Ada berbagai macam , jenis, dengan berbagai tujuan.

Ada meditasi sekedar untuk relaksasi fisik. Ada meditasi sebagai penunjang kemampuan ilmu bela diri - untuk membangkitkan apa yang disebut ' tenaga-dalam ' dan sebagainya. Ada meditasi untuk membangkitkan kekuatan atau kemampuan supranatural.
Ada meditasi untuk tujuan yang lebih tinggi - inilah apa yang kadang disebut sebagai Meditasi Spiritual. Tujuan akhirnya adalah untuk meningkatkan Tingkat Kesadaran Manusia hingga ke tahap yang setinggi mungkin. Inilah tradisi meditasi dalam agama-agama Timur : Meditasi Kundalini Yoga untuk mencapai mokhsa , Meditasi Bunga Mas dalam Taoisme. Meditasi Buddhis untuk mencapai Pencerahan.
Meditasi Shikantaza adalah sebuah meditasi yang unik. Meditasi khas penganut Zen aliran Soto ini sering disebut sebagai Meditation with a method of no-method - Meditasi dengan metode tanpa metode. Kadang disebut juga Meditasi Just-Sitting - Duduk Saja. Sekedar duduk saja . Menyadari hakekat Buddha. Menyadari 'diri' yang terbatas - menembus dinding pemisah antara 'diri' dengan ' D I R I ' - diri yang tak terbatas. Mempertautkan mikrokosmos dengan makrokosmos. Kawula lan Gusti - God, Tao, Brahman, Sang Hyang Widhi, Pencerahan, Keberadaan atau apa pun namanya.

Meditasi Zen dilakukan dalam posisi duduk, punggung tegak. Kaki bersila - apabila mungkin - dalam posisi Lotus Sempurna. Kalau ini terlalu sukar, dalam posisi kaki Setengah Lotus - atau boleh juga dalam posisi Birma - artinya ke dua kaki diletakkan sejajar di lantai.
Pernapasan dilakukan dengan pernapasan perut. Bernapas alami, samasekali tidak boleh mengatur napas kecuali pada permulaan saja. Mata setengah tertutup - memandang ringan dalam jarak sekitar 1,5 meter. Tidak boleh berkonsentrasi pada satu titik.
Dalam tradisi Zen Jepang, praktisi memakai bantal berbentuk bulat untuk mengganjal bagian pinggul sehingga badan agak terangkat ke atas. Ke dua telapak tangan diletakkan di depan perut bawah - ke dua ibu jari dipertemukan, telapak tangan kanan menutup telapak tangan kiri. Lidah menempel lembut pada langit-langit belakang gigi atas. Mulut terkatup ringan. Bahu kendor - agak turun - jangan ditegakkan ke atas.

Segera setelah meditator masuk dalam meditasi, ia akan berhadapan dengan dua musuh utama yang disebut kontin dan sanran - keduanya istilah dalam Bahasa Jepang - yang artinya : Terlalu Tegang atau Terlalu Kendor. Meditator harus selalu berusaha untuk selalu berada di tengah-tengah diantara kontin dan sanran ini.
Yang satu akan menyebabkan kita terlalu berambisi - ego maju ke depan, terlalu mengejar. Yang satu lagi akan menyebabkan kita menjadi lembek, mengantuk dan konsentrasi-pun buyar. Terlalu Yang tidak baik , terlalu Yin juga tidak baik. Harus selalu ada di tengah-tengah : sesuatu yang mudah diucapkan - tetapi dalam praktek sulit dilaksanakan.

Sementara itu - dalam meditasi Zen - meditator juga harus tetap mempertahankan posisi punggung tegak, sesuatu yang sangat krusial dalam meditasi Zen.
Di biara-biara Zen tradisional di Jepang, untuk mempertahankan posisi punggung tegak ini, kadang dipakai cara yang cukup ekstrim.
Praktisi yang kelihatan mengantuk dan posisi punggungnya tidak tegak lagi - akan dihampiri oleh seorang pengawas dan menerima pukulan kejutan di bahu. Tidak terlalu menyakitkan memang, akan tetapi cukup untuk membuat praktisi kemudian terjaga. Tongkat yang dipergunakan untuk memukul itu dalam Bahasa Jepang disebut kyosaku - the awakening stick - Tongkat Pembawa Pencerahan.

Apabila kemudian praktisi dapat mempertahankan posisi dan sikap batin yang benar - sesudah jangka waktu tertentu kemungkinan ia akan masuk ke dalam Alam Bawah Sadar atau dengan istilah lain - Alam Bawah Sadar praktisi akan ' terbuka ' - dan praktisi akan mengalami apa yang disebut makyo. Makyo adalah semacam ' pembersihan ' Alam Bawah Sadar.
Karena apa yang ada di Alam Bawah Sadar ini berbeda dari orang ke orang - pengalaman yang akan dialami juga akan berbeda. Ada praktisi yang terlalu memikirkan Buddha dalam meditasinya. Bagi praktisi semacam ini bisa saja image Buddha kemudian muncul secara visual pada waktu ia mengalami makyo. Karena itulah dalam Zen ada istilah yang mengejutkan bagi mereka yang kurang memahaminya yaitu : ' Kalau anda bertemu Buddha - bunuhlah Buddha itu '.
Pengertiannya adalah bahwa Buddha yang muncul itu tidak lain adalah proyeksi dari Alam Bawah Sadar yang terbuka - dan karena itu harus dilewati saja. Apabila praktisi berkutat saja dalam penampakan-penampakan yang mungkin muncul, meditasi justru akan terhambat.
Jadi - munculnya makyo menunjukkan bahwa arah meditasi sudah benar - tetapi sekaligus juga berarti bahwa makyo ini harus segera dilewati supaya praktek meditasi dapat terus berlanjut ke tahap yang lebih dalam.

Ketika praktisi telah berhasil masuk ke dalam tahap samadhi - keheningan - yang selanjutnya mungkin dialami adalah zanmai. Zanmai adalah damai batin. Damai Batin ini dapat dialami selama berhari-hari dan zanmai ini merupakan persiapan untuk masuk ke tahap berikut yaitu apa yang dikenal sebagai kensho. Kensho - secara harafiahnya berarti ' the Threshold of Awakening ' - dasar Anak Tangga menuju Pencerahan. Baru di dasar anak tangga - nya saja memang. Tetapi walau-pun begitu, pengalaman yang dialami akan dirasakan sangat luarbiasa. Inilah pengalaman dari ' Bersatunya Objek dan Subjek ' , pengalaman hilangnya keterpisahan antara ' diri ' dengan segala sesuatu yang ada di luar. Mikro melebur ke dalam Makro. Sebuah pengalaman yang sangat luarbiasa.

Tentang pengalaman kensho ini akan dijelaskan lebih lanjut dalam posting mendatang yang berjudul ' Turya ' - karena kensho dan satori ( pencerahan Awal dan pencerahan pada tahap yang sangat dalam ) - erat hubungannya dengan apa yang disebut turya ini.
Pengalaman kensho ini dapat terjadi juga pada saat praktisi tidak sedang bermeditasi. Terjadi begitu saja - biasanya dalam waktu yang sangat singkat. Walau-pun hanya sesaat, tetapi pengalaman ini sangat intens dan biasanya meninggalkan bekas yang sangat mendalam bagi praktisi. Praktisi yang telah mengalaminya akan memperoleh keyakinan yang amat kuat tentang kebenaran dari apa yang dilakukannya. Ia akan menjadi sangat yakin akan kebenaran Jalan Buddha ini - bukan lagi hanya sekedar sebagai teori, tetapi pengalaman langsung. Memang Zen menuntun praktisinya untuk memperoleh pengalaman langsung - agar praktisi yakin tentang apa yang dijalaninya.

Tentang berada di tengah-tengah antara kontin dan sanran ini - ada istilah lain dalam Zen yang disebut Wu-Wei. Ini sebuah istilah Bahasa Tionghoa yang berarti ' Jangan Mencampuri ' , ' Jangan Mengatur ' , ' Jangan Menganalisa ' . Biarkan yang alami berjalan - atau dalam istilah yang mungkin membingungkan ' Action in No-Action '.

Dalam hubungannya dengan wu-wei ini - Guru Zen biasanya akan mendorong muridnya untuk giat berlatih tetapi tanpa mengejar. Pada saat murid menjadi terlalu bersemangat, terlalu mengejar - ' diri ' akan melambung, menjadi terlalu Yang. Hasilnya malah kontra produktif.
Karena itu - ada kalanya Guru Zen akan memberi nasehat yang mungkin kedengaran agak kurang lazim - khas Zen - seperti terilustrasi di bawah ini :


Sebuah cerita Zen :

Ada seorang murid Zen yang sangat serius, bersemangat dan aktif belajar di sebuah Biara Zen.

Pada suatu ketika ia ditanya oleh Guru-nya :
' Kenapa engkau begitu rajin berlatih - siang dan malam ? '
Murid menjawab : ' Ya Sensei - karena aku ingin cepat-cepat menjadi seorang Buddha ! '.
Guru Zen tersebut mengambil sebuah batu dan menggosok-gosok batu tersebut dengan telapak tangannya , terus menerus, tanpa henti.
Murid yang keheranan kemudian bertanya : ' Sensei - apa yang sedang anda lakukan ? '.
' Aku sedang membuat sebuah cermin !.

' Sebuah Cermin ? - Bagaimana mungkin sebuah cermin dapat dibuat dari batu ? '
' S a m a. Engkau ingin cepat-cepat menjadi Buddha. Bagaimana mungkin ? '

Sebuah cerita lain lagi :

Seorang murid beladiri Kung Fu pergi menemui gurunya dan berkata dengan penuh semangat :
' Shifu - saya siap mencurahkan waktu dan pikiran untuk mempelajari sistim beladiri Anda. Berapa lama lagi bagi saya untuk menguasainya ? '
Guru Kung Fu itu pun menjawab sambil lalu : ' Sepuluh tahun '.
Dengan tidak sabar , murid itu menjawab : ' Tetapi Shifu saya ingin menguasainya lebih cepat dari itu. Saya akan bekerja sangat keras. Saya akan berlatih tiap hari, sepuluh jam atau lebih bila perlu. Berapa lama lagi bagi saya untuk menguasainya ? '

Guru Kung Fu itu berpikir sejenak dan berkata : ' Dua Puluh Tahun '.


Peraturan Zen :

Jangan mengejar. Jangan menganalisa. Biarkan yang alami terjadi. Jangan mencampuri.
Jangan mengatur. Wu Wei. Wu Wei. Wu Wei.