Kamis, 07 Agustus 2008

11 - Turya


Turya atau lengkapnya Turya Void erat hubungannya dengan apa yang disebut dengan Pencerahan. Pencerahan dalam Buddhisme Zen dikenal dengan nama kensho dan satori - keduanya istilah Bahasa Jepang. Arti dan pengertian dari keduanya sebenarnya tidak berbeda - hanya saja kata satori lebih sering dipergunakan apabila kita berbicara tentang pencerahan seorang Buddha atau Patriat. Karenanya kata satori kemudian diartikan sebagai pencerahan pada tahapan yang sangat dalam - sedangkan pencerahan-pencerahan yang dialami para praktisi Zen yang sedang berlatih biasanya disebut dengan istilah kensho.

Lalu - apa hu
bungan Turya Void ini dengan Kensho atau Satori ?

Untuk menjawab pertanyaan ini - pertama kita akan berbicara tentang apa yang disebut atau dikenal dengan istilah ' kesadaran '.
Terungkap suatu fakta yang sangat mengejutkan dari apa yang disebut ' kesadaran ' ini. Pada umumnya orang mengira bahwa apa yang disebut ' kesadaran ' ini berjalan secara kontinyu - secara terus menerus. Sebenarnya tidak. Tetapi sebelum itu biarlah kita berbicara tentang pengertian ' kesadaran ' terlebih dahulu.
Kalau kita berbicara tentang kesadaran - kita sebenarnya berbicara tentang pikiran - tetapi pikiran bukan dalam pengertian-nya sebagai ' thought ' - akan tetapi lebih dalam pengertiannya sebagai apa yang disebut ' mind '.
Kesadaran dalam pengertian Buddhisme Zen adalah - mind yang beraktifitas. Aktifitas ini berupa terus berlangsungnya ' thought ' yang datang tanpa henti - silih berganti. Bagaikan gelombang laut.
Ya - memang pikiran dalam pengertian ' thought ' ini sering diibaratkan sebagai gelombang lautan.
Tapi ada perbedaan besar dan mendasar : Gelombang laut , betapa pun besar dan dahsyat mempunyai pola yang tertentu - ada keteraturan di situ, tidak acak. Pikiran / thought tidak. Disamping sangat cepat, silih berganti - juga sangat acak. Dua pikiran dapat muncul seolah tumpang tindih - bahkan yang berlawanan sekali pun !

Tetapi . . .

Betapa pun cepatnya pikiran-pikiran / thought yang ada yang menyebabkan mind ini menjadi aktif - sebenarnya ada celah di situ. Dan celah ini-lah yang disebut Turya - Turya Void.
( Kata ' void ' dalam Bahasa Inggris berarti ' ruang hampa ' ).
Jadi kesadaran bisa juga diibaratkan - walau pun tidak tepat betul - ibarat sebuah film yang diputar sangat cepat. Putaran sangat cepat ini kemudian memberi kesan suatu gerakan yang kontinyu - berkesinambungan - padahal sebetulnya tidak. Sebenarnya gerakan itu terdiri dari begitu banyak gambar-gambar terpisah yang tersatukan dalam suatu kecepatan yang amat tinggi.

Meditasi Zen pada tahap yang dalam dapat menyebabkan pada suatu saat terjadi persentuhan - kontak - dengan ' Turya Void ' ini dan terjadilah kemudian apa yang dikenal sebagai Pencerahan. Pencerahan pada kedalaman dan tahapan yang berbeda-beda. Dari apa yang disebut kensho - kesadaran yang sekedar menyentuh Shunyata hingga satori - pada tahap yang amat dalam.
Dalam Buddhisme Zen, juga dalam pengertian Buddhisme Mahayana yang lain - istilah untuk Kesadaran yang Tertinggi adalah Shunyata atau kesadaran No-Mind. Shunyata seolah kosong tetapi kekosongan yang memenuhi semuanya. Suwung. Mind tidak lagi beraktifitas : Just Be. Kesadaran Murni. Kesadaran Kosmis.

Pengalaman masuk ke dalam kensho atau satori bisa terjadi secara mendadak - pada saat bermeditasi atau pun tidak. Biasanya sebelum pengalaman ini terjadi, ada perasaan damai batin - zanmai beberapa waktu sebelumnya - tapi tidak selalu.
Pengalaman semacam ini tentu sangat sukar dideskripsikan - karena boleh dikatakan bahwa kata-kata tidak akan dapat dan cukup untuk mendeskripsikan pengalaman atau keadaan yang begitu luarbiasa. Dan orang yang mengalaminya nantinya juga akan mendeskripsikan pengalaman tersebut dengan atau melalui kata atau konsep yang dikenal dan diketahuinya. Oleh karena itu sebagai contoh - seorang Suster Katolik yang belajar Zen di sebuah biara Zen di Jepang , ketika mengalami kensho - masuk ke dalam turya void - kemudian mendeskripsikan pengalaman yang dialaminya itu sebagai ' mengalami kebesaran Tuhan '.

Untuk memperjelas- biarlah saya ambil sebuah kutipan tentang deskripsi pengalaman pencerahan ( yang ini sangat dalam ) seperti apa yang tertulis dalam Zen Notes. New York : The First Zen Institute of America. Inc. vol V no 5 terjemahan Bahasa Indonesia di dalam buku Agama-Agama Manusia - Huston Smith terbitan Yayasan Obor, hal. 175 :

Zzt. Begitulah saya masuk ke dalamnya. Batas-batas badan jasmaniah saya seakan-akan telah lenyap. Sudah barang tentu masih ada kulit badan saya, namun seakan-akan saya merasa berdiri di pusat alam semesta . . . .Saya melihat orang-orang lain datang ke arah saya, namun semuanya adalah orang yang sama.Semuanya itu adalah diri saya sendiri. Tidak pernah saya mengenal dunia seperti ini sebelumnya. Selama ini saya percaya bahwa saya ini makhluk, namun sekarang saya mengubah pendapat saya itu. Saya tidak pernah terpisah dari alam semesta ini, sayalah alam semesta ini. Tidak pernah ada . . . individu.

Saya sendiri pernah mengalami kensho belasan tahun yang lalu - bahkan itu terjadi saat saya sedang mengendarai kendaraan di jalanan yang cukup padat. Ketika itu terjadi - selama kendaraan terus berjalan sekitar 300 meter - ada sensasi yang sangat luarbiasa : Saya merasa segala kekuatiran, ketakutan tiba-tiba lenyap. Terasa lenyap pula keterpisahan antara diri saya yang sedang mengendarai kendaraan dengan pengendara lain di jalan yang sama dan dengan segala sesuatu yang ada di sekitar. Semuanya seolah bergerak dalam suatu keteraturan yang begitu indah. Saya merasa menguasai segala sesuatu di sekitar saya - bukan lagi menjadi bagian - tetapi menjadi satu dengan semuanya dalam suatu harmoni total. Susah sekali menggambarkannya - rasanya seperti terperangkap oleh satu alunan musik yang sangat indah dan semuanya bergerak dalam satu keharmonisan yang begitu menyenangkan. Pengalaman yang sungguh luarbiasa.

Memang pengalaman kensho biasanya melibatkan pengalaman tentang keterhubungan antara ' diri ' dengan segala sesuatu di sekitar atau pun di luar ' diri ' praktisi. Dengan sesama manusia, makhluk lain - bahkan juga dengan tempat, lingkungan atau apa pun yang ada di sekitar.
Pengalaman kensho menunjuk pada kebenaran ajaran doktrin An-Atta dalam Buddhisme. Tiada ' diri ' yang terpisah. Ini juga-lah yang diajarkan dalam Taoisme : Manusia adalah bagian dari Alam dan samasekali tidak terpisah dari Alam. Hinduisme menyatakannya dengan cara lain : Tat Twam Asi - Aku adalah Kamu dan Kamu adalah Aku.

Dalam Buddhisme Zen - kumpulan dari pengalaman pencerahan-pencerahan kecil - kensho - dan apalagi kalau itu satori yang dialami dan dialami lagi akan makin meningkatkan Tingkat Kesadaran praktisi dan akan semakin menguatkan keyakinannya akan kebenaran Jalan Buddha ini. Karenanya - meditasi harus dijalankan secara terus menerus agar Tingkat Kesadaran dapat semakin meningkat ke Tahap yang makin tinggi atau semakin dalam sehingga segala ke-aku-an, kemelekatan, kecenderungan untuk berbuat yang tidak baik dan benar, kebiasaan-kebiasaan buruk akan terkikis dan lenyap dengan sendirinya.

Zen berbeda dengan Buddhisme Tradisional atau dengan banyak Agama atau Kepercayaan yang selalu menekankan moralitas pada tahap awal. Dalam pandangan Zen - moralitas dalam kehidupan yang bermoral dan Tingkat Kesadaran yang tinggi lebih merupakan hasil - bukan sesuatu yang dapat dipaksakan pada tahap awal. Karena itu berbeda dengan Buddhisme Tradisional yang seolah membuat urutan : Sila, Samadhi, Panna - Zen menekankan pada Panna agar seseorang dapat benar benar menjadi orang yang dalam pengertian sehari-hari dapat disebut sebagai orang yang berbudi luhur, orang yang benar-benar baik, bermoral dlsb.
Seorang Bhikksu Zen biasanya tidak banyak berbicara tentang Sila, tentang moralitas - yang bukan berarti bahwa ia membebaskan murid atau pengikutnya untuk berbuat sesuka dan semaunya sendiri - tetapi lebih pada agar pada satu waktu nanti murid berubah karena ia mengerti mengapa ia harus berbuat baik dan sebagainya - sesuatu yang tumbuh dari pengertian dalam - bukan dari luar.
Memang suatu pendekatan yang berbeda.

penutup :


Seorang Guru Zen ditanya oleh seorang muridnya :
' Sensei - sampai kapan aku harus berlatih meditasi ? '
Guru Zen itu menjawab :
' Sampai Kapan ? -
Sampai engkau tidak bernapas lagi ! '