Sabtu, 09 Agustus 2008

12 - Zen ala Thich Nhat Hanh


 


















Thich Nhat Hanh disambut gegap-gempita oleh para pengikutnya ketika kembali ke Tanah Airnya pada tahun 2006 lalu - setelah 40 tahun meninggalkan Vietnam pada tahun 1966.


Gagasan-nya tentang Buddhisme yang Berdimensi Sosial - ' Socially Engaged Buddhism ' - mendapat simpati dan sambutan hangat terutama dari kalangan masyarakat Buddhis di Barat.

Sedangkan Kalangan Zen tradisional sedikit terhenyak - dan berharap agar gerakan ini tidak sekedar menjadi gerakan massal - dan meninggalkan ciri khas Zen : Pembinaan Pengembangan Pribadi Individu per Individu menuju Kesempurnaan Watak Manusia -

' the Perfection of Human Character '.


Thich Nhat Hanh dilahirkan di Vietnam pada tahun 1926. Dalam usia yang masih amat muda - 16 tahun - ia telah masuk ke Biara dan ditahbiskan menjadi seorang Bhikksu Buddha dari aliran Thien / Zen - tujuh tahun kemudian - dalam usia 23 tahun. Di Vietnam, Buddhisme Zen dikenal dengan nama Thien. Ia pernah belajar di Universitas Princeton - Amerika dan mengajar sebagai Dosen di Universitas Cornell dan Columbia - juga di Amerika. Sejak awal Perang Vietnam, Thich Nhat Hanh telah aktif menentang perang. Pada tahun 1960 an dia mulai menarik perhatian dunia ketika dia menjadi Pemimpin dari apa yang disebut Gerakan Damai Rakyat Vietnam Menentang Perang.

Tahun 1966 - ia pergi ke Amerika menemui Menteri Pertahanan Amerika waktu itu - Robert McNamara dan memintanya untuk berupaya menghentikan perang Vietnam. Ia juga bertemu dengan Aktifis Hak Asasi Manusia - Martin Luther King Jr. - yang kemudian me-nominasikan Thich Nhat Hanh sebagai calon Penerima Hadiah Nobel untuk Perdamaian Dunia pada tahun 1967.
Tahun 1966 merupakan tahun yang berat bagi Thich Nhat Hanh karena sejak tahun itulah ia dilarang menginjakkan kakinya di negerinya sendiri. Ia baru kembali lagi ke Vietnam pada tahun 2006 - 40 tahun setelah ia meninggalkan tanah-airnya.

Pada tahun 1982 - Thich Nhat Hanh mendirikan Pusat Thien / Zen di sebuah tempat yang bernama Plum Village di Perancis - segera setelah Master Zen Jepang - Taisen Deshimaru Roshi yang juga bermukim dan mengajar di Perancis meninggal dunia.
Amat berbeda dengan Taisen Deshimaru yang mengajarkan Zen ( aliran Soto ) secara sangat tradisional _ Thich Nhat Hanh lebih menekankan pada Dimensi Sosial dari Buddhisme.
Ia memperkenalkan apa yang kemudian di sebut sebagai ' Socially Engaged Buddhism ' -
' Buddhisme yang Berdimensi Sosial ' .

Buddhisme ala Thich Nhat Hanh ini segera mendapat sambutan hangat di kalangan Buddhis di Barat dan masyarakat Barat pada umumnya. Mudah dimengerti karena satu hal yang dinilai kurang positip dari Buddhisme bagi masyarakat Barat adalah anggapan atau kesan bahwa Buddhisme kurang ber-dimensi sosial. Dibandingkan dengan keterlibatan para misionaris Kristen dalam masalah sosial - memang sepintas hal ini tampak benar, walau pun tak pelak diperlukan kajian yang lebih mendalam karena Sifat Dasar Buddhisme yang pada hakekatnya memang berbeda dengan Agama Kristen.Buddhisme sejak awal lebih memilih untuk mendorong orang untuk mampu ' instinctively ' berbuat baik dan bukan hanya ' intentionally ' berbuat baik. Artinya - Buddhisme mengutamakan perkembangan individu terlebih dahulu hingga ia mencapai satu Tahap Kesadaran tertentu dimana ia akan secara alami, secara naluri akan selalu melakukan perbuatan baik. Perbuatan baik yang muncul dari dalam, dari kesadaran orang itu sendiri - murni dari hati. Bukan sekedar mengajar orang untuk berbuat baik - hingga orang itu melakukannya seolah sebagai suatu ' kewajiban '.
Tapi saya pikir - kita akan meninggalkan saja perbedaan itu cukup sampai di sini.

kembali ke Thich Nhat Hanh . . .

Ini adalah pendapat saya pribadi. Saya pikir untuk mengerti mengapa Thich Nhat Hanh sangat Anti Perang dan sangat menekankan pada Dimensi Sosial - kita harus melihat psikologi dari yang bersangkutan.
Sebagai seorang Bhikksu Buddha - Thich dibesarkan atau boleh dikatakan ' terperangkap ' dalam suatu situasi perang yang amat dahsyat dan mengerikan. Perang Vietnam adalah salah satu perang yang paling brutal, gila dan absurd yang pernah terjadi. Perang ini meninggalkan korban yang sangat besar di kedua belah pihak yang bertikai dan menyisakan luka batin yang amat mendalam.
Betapa tidak absurd - apabila kita membayangkan Pasukan Amerika dengan peralatan tempur berteknologi tinggi berperang melawan pasukan Vietcong yang sebagian terdiri dari anak-anak masih sangat muda dan bahkan gadis-gadis belia. Pasukan Amerika dengan persenjataan lengkap dan modern, bom Napalm, rangsum makanan kaleng bertempur melawan pasukan anak-anak muda, termasuk gadis-gadis belia dengan senjata dan makanan seadanya tetapi dengan semangat tempur yang luarbiasa tanpa mengenal rasa takut. Hasilnya adalah - kekejian dan kekejaman dalam skala yang luarbiasa terjadi di sana. Banyaknya veteran perang Vietnam di Amerika yang menjadi gila dan terganggu jiwanya merupakan cerminan nyata dari kegilaan perang ini. Bahkan setelah perang usai pada tahun 1975 segera muncul problem Manusia Perahu - satu Tragedi Kemanusiaan Besar berupa eksodus pengungsi secara besar-besaran dengan cara yang sangat tidak manusiawi. Saya kebetulan mengerti tentang hal ini karena saya pernah bekerja di sebuah Kamp Pengungsi Vietnam di Pulau Galang - selama berbulan-bulan bergaul, berbicara dan mendengar langsung dari para pengungsi tentang apa yang mereka alami.

Para Bhikksu Buddha di Vietnam pada waktu itu tentu tak dapat lagi sekedar berdiam diri. Kegilaan perang terjadi tepat di depan mata. Bahkan - suatu saat pada tahun 1963 kalau tidak salah - dunia dikejutkan oleh kejadian seorang Bhikksu Buddha Vietnam yang membakar diri di Jalanan ramai di depan banyak orang - sebagai protes atas kegilaan perang yang terus berlangsung. Aksi yang mencerminkan rasa putus asa ini bukannya mendapat simpati. Isteri Perdana Menteri Vietnam Selatan waktu itu ( dalam pemerintahan Boneka Amerika ) mengeluarkan pernyataan yang sangat mengejutkan dan sangat menusuk perasaan. Dengan sinis dan sarkastik ia mengomentari Bhikksu yang membakar diri itu sebagai ' barbecue ' -
sebagai ' daging panggang '.

Dalam konteks dan setting seperti inilah Master Thien Thich Nhat Hanh hidup. Karenanya tidaklah mengherankan mengapa Thich selalu menekankan pentingnya perdamaian dalam kehidupan ini.

Jangan ada Perang ! Damai-lah ! Kita Saling Terh
ubung ! Itulah Seruannya pada Dunia.

Su Ong
Thich Nhat Hanh ( Su Ong adalah Sensei - panggilan untuk Zen Master dalam Bahasa Vietnam ) - juga adalah seorang Intelektual. Berbekal pendidikan Barat - Ia menguasai 3 bahasa : Bahasa Inggris, Perancis dan Bahasa Mandarin. Penulis lebih dari 100 buku - 40 diantaranya dalam Bahasa Inggris.

Thich Nhat Hanh mendasarkan Ajaran-nya - the Socially Based Buddhism - pada konsep Interbeing - konsep hubungan antar makhluk yang diliputi oleh Interdepe
ndence - kesalingtergantungan.
Konsep Ajaran Buddhis ini mengajarkan bahwasanya semua makhluk saling tergantung satu dengan yang lain dalam suatu hubungan yang sangat rumit dan oleh karenanya kita tidak dapat memisahkan diri dari dunia atau apa-pun yang ada di sekitar kita. Sebuah konsep yang tidak baru tentu - sebuah konsep yang dalam bentuknya yang lebih scientific / ilmiah telah pula dikemukakan oleh Ahli Fisika Fritjof Kapra dalam bukunya yang berjudul The Tao of Physics.
Segera sesudahnya - Nhat Hanh mendirikan Tiep Hien yang dalam Bahasa Inggrisnya disebut The Order of Interbeing - Organisasi Antar Manusia - dengan kegiatan utamanya sebagai suatu Organisasi Internasional guna membantu terciptanya Perdamaian, Keadilan Sosial dan Penyelamatan Lingkungan.
sebagai penutup . . .
Kembali saya akan menyitir ucapan Prof. D.T. Suzuki yang mengatakan bahwasanya Buddhisme adalah sebuah organisme yang hidup. Ia akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi tempat dan waktu. Buddhisme ala Su Ong Thich Nhat Hanh adalah Buddhisme yang tumbuh dari kegundahan dan kegalauan hati seorang Master Zen dan Intelektual menyaksikan kegilaan sebuah peperangan yang sangat ekstrim. Karena itulah - Thich sangat Anti Perang, selalu menganjurkan perdamaian, menekankan pada Keterhubungan dan Ketergantungan antar semua Makhluk, mendorong Individu untuk terlibat secara Sosial, dan sangat menganjurkan Pemeliharaan Lingkungan Hidup ( Banyak daerah di Vietnam hancur dan terkontaminasi akibat penggunaan Bom Napalm dalam Perang oleh tentara Amerika ).
Dalam konteks inilah - sedang tumbuh dan kita saksikan Zen dalam wajah yang berbeda :

 
Zen ala Thich Nhat Hanh !