Yoku mireba
Nazuna hana saku
Kakine hana !
Basho ( 1644 - 1694 )
Haiku adalah sebuah bentuk puisi khas Zen Jepang yang mengilustrasikan pandangan Zen tentang hidup ini. Haiku berbentuk puisi tiga baris - tentang berbagai hal. Satu hal selalu sama. Sebuah haiku - sebuah puisi Zen - akan mendeskripsikan segala sesuatu apa adanya. Just as it is
Zen memandang hidup secara sederhana. Apa adanya. Ia tidak mencoba mengerti apa yang tersirat di balik sesuatu. Ia bukan ' obyektif ilmiah '. Ia tidak menelaah.
Seorang Guru Zen ditanya oleh seorang muridnya :
Guru - Apakah sesungguhnya Zen itu ?
Zen ? Sebelum tidur, basuh kakimu. Itulah Zen !
Sekuntum bunga adalah sekuntum bunga. Demikian pandangan Zen.
Ditulis oleh Basho ( 1644 - 1694 ) - seorang Master Zen sekaligus seorang penyair alam
Yoku mireba
Nazuna hana saku
Kakine hana !
Ketika aku mengamati dengan hati-hati
Aku melihat bunga Nazuna sedang mekar
Dekat pagar !
Demikian Basho mendeskripsikan sekuntum bunga yang dilihatnya.
Bandingkan dengan Tennyson, seorang penyair Barat, memandang bunga
Bunga di sela tembok tua
Aku cabut kau dari sana
Kugenggam kau di sini, sebagian dari semuanya,
dalam tanganku
Bunga yang kecil, andaikan aku dapat mengerti
Apa sebenarnya kau, sebagian dari semuanya
Aku akan tahu apa itu Tuhan dan Manusia
Di sini- lah perbedaannya
Yang satu hanya melihat apa adanya.
Yang satu lagi - mencermati,
seakan mau menguasai,
menganalisa,
mencoba betul-betul mengerti.
Memang itulah perbedaan cara pandang Zen dengan cara berpikir kebanyakan dari kita sekarang ini yang telah sangat terpengaruh oleh cara berpikir ala Barat yang dianggap modern.
Zen berpendapat - kehidupan ini tidak dapat di analisa - alih-alih dimengerti. Ia hanya dapat dialami - diresapi dengan rasa - dengan sanubari - bukan dengan pikir. Zen mencari pengalaman langsung dalam pemahaman terhadap kehidupan. Pemahaman Intuitif. Bukan Telaah Intelektual.Bodhidharma - Patriat Zen India yang membawa Zen ke Tiongkok - tidak mencoba mendeskripsikan ketika Raja Wu bertanya tentang Zen. Sebaliknya - ia mendorong sang Raja untuk mencoba mengalaminya langsung.
Ketika ditanya tentang Zen
Bhikksu India itu tidak menjawab
Ia Pai Piak !
( Pai Piak - bahasa Mandarin - artinya meditasi menghadap tembok )
Seorang Guru Zen ditanya oleh seorang muridnya :
Guru - Apakah sesungguhnya Zen itu ?
Zen ? Sebelum tidur, basuh kakimu. Itulah Zen !
Sekuntum bunga adalah sekuntum bunga. Demikian pandangan Zen.
Ditulis oleh Basho ( 1644 - 1694 ) - seorang Master Zen sekaligus seorang penyair alam
Yoku mireba
Nazuna hana saku
Kakine hana !
Ketika aku mengamati dengan hati-hati
Aku melihat bunga Nazuna sedang mekar
Dekat pagar !
Demikian Basho mendeskripsikan sekuntum bunga yang dilihatnya.
Bandingkan dengan Tennyson, seorang penyair Barat, memandang bunga
Bunga di sela tembok tua
Aku cabut kau dari sana
Kugenggam kau di sini, sebagian dari semuanya,
dalam tanganku
Bunga yang kecil, andaikan aku dapat mengerti
Apa sebenarnya kau, sebagian dari semuanya
Aku akan tahu apa itu Tuhan dan Manusia
Di sini- lah perbedaannya
Yang satu hanya melihat apa adanya.
Yang satu lagi - mencermati,
seakan mau menguasai,
menganalisa,
mencoba betul-betul mengerti.
Memang itulah perbedaan cara pandang Zen dengan cara berpikir kebanyakan dari kita sekarang ini yang telah sangat terpengaruh oleh cara berpikir ala Barat yang dianggap modern.
Zen berpendapat - kehidupan ini tidak dapat di analisa - alih-alih dimengerti. Ia hanya dapat dialami - diresapi dengan rasa - dengan sanubari - bukan dengan pikir. Zen mencari pengalaman langsung dalam pemahaman terhadap kehidupan. Pemahaman Intuitif. Bukan Telaah Intelektual.Bodhidharma - Patriat Zen India yang membawa Zen ke Tiongkok - tidak mencoba mendeskripsikan ketika Raja Wu bertanya tentang Zen. Sebaliknya - ia mendorong sang Raja untuk mencoba mengalaminya langsung.
Ketika ditanya tentang Zen
Bhikksu India itu tidak menjawab
Ia Pai Piak !
( Pai Piak - bahasa Mandarin - artinya meditasi menghadap tembok )