Minggu, 27 September 2009

21. Tai Chi. Zen. Hidup itu sendiri.











 

Keterangan Foto / Gambar - dari kiri ke kanan :

1. Tai Chi Jurus 24. Lokasi : Vihara Dhamma Sundara - Solo. 15 Juni 2009.
2. Yin - Yang. Lambang Taoisme.
3. Ronan - anak ke dua ketika berumur 7 tahun - dalam Meditasi Shikantaza.


Tai Chi
- bukanlah sekedar Olahraga Pernapasan. Ia bukan sekedar Ilmu Bela Diri. Ia bukan pula sekedar Meditasi dalam Gerak. Tai Chi adalah Hidup itu Sendiri.

Prinsip-Prinsip
Tai Chi :Kelembutan mengalahkan kekerasan. Kelenturan menimbulkan ketahanan. Keselarasan memunculkan harmoni. Kesinambungan membuahkan penguasaan. Keseimbangan menjaga kita tetap di tengah - tidak bergerak ke arah ekstrim. Relaksasi total tubuh dan pikiran membuat hidup menjadi indah. Gerak yang terus berubah melambangkan hidup itu sendiri. Hidup yang fana dan terus berjalan - tak akan pernah diam.

Kita sungguh dapat belajar banyak dari
Tai Chi. Belajar tentang hidup ini.

T a o T eh C h i n g 76 :Sewaktu lahirmanusia lunak dan lembut.Setelah matiia menjadi kaku dan keras.Sewaktu hiduptanaman dan tetumbuhan supel dan lunak.Tapi bila matimenjadi getas dan kering.Sesungguhnyalah -apa yang kaku dan keras adalah sahabat dari kematian.Sedangkan -apa yang lembut dan lunak adalah sahabat dari kehidupan.Senjata yang terlalu keras akan patah.Pohon yang keras dan kering akan dipotong.Sesungguhnyalah -apa yang keras dan berkuasa akan diturunkan.Sedang -yang lembut dan lunak akan ditinggikan.

Alkisah . . .

Seorang murid Shaolin bernama Thio Sam Hong - karena suatu persaingan internal - diperlakukan semena-mena dan terpaksa meninggalkan Perguruannya. Ia pun mengembara. Suatu waktu - Kuil Shaolin diserang oleh seorang pendekar Kung Fu dari Tibet. Shaolin diobrak-abrik habis-habisan. Hal ini didengar oleh Thio Sam Hong. Rasa memiliki Shaolin tetap kuat dalam diri Thio Sam Hong. Ia pun bertarung habis-habisan dengan pendekar Kung Fu dari Tibet itu demi membela Shaolin. Ia berusaha keras - namun tetap saja ia kalah dan kalah.

Ketika pada suatu malam ia merenungkan sebab kekalahannya - angin bertiup sangat kencang. Pohon yang besar dan terlihat kuat ternyata tumbang - tetapi lihatlah - padi yang lentur ternyata justru dapat bertahan. Thio Sam Hong tersadar. Kelenturan dan kelembutan dapat mengatasi kekuatan. Di lain kesempatan - ia menyaksikan kekuatan air sungai yang meluap dan tiba-tiba menerjang. Ada kesadaran lain timbul - air yang terlihat begitu lunak dan lembut ternyata begitu kuat.

Itulah momen kelahiran Tai Chi. Thio Sam Hong meng-adaptasi kelenturan batang padi dan kekuatan air ini dalam teknik perkelahian. Pada pertarungan berikut dengan pendekar Kung Fu Tibet itu - Thio Sam Hong memenangkan pertarungan.


Air bersifat mengalah - namun selalu tak pernah kalah.
Air mematikan api dan membersihkan lumpur.
Kalau merasa sekiranya akan dikalahkan,
air meloloskan diri dalam bentuk uap dan kemudian mengembun.
Air merapuhkan besi hingga hancur menjadi abu.
Bilamana bertemu batukarang, ia akan berbelok
untuk kemudian meneruskan perjalanannya kembali.
Air membuat jenuh udara sehingga angin menjadi mati.
Air memberikan jalan pada hambatan dengan segala kerendahan hati,
karena ia sadar bahwa tak ada kekuatan apa pun
yang dapat mencegah perjalanannya menuju lautan.
Air memang mengalah,
ia tak pernah menyerang -
namun selalu menang pada akhir perjuangannya.


Ketika seorang praktisi Tai Chi bergerak - ia terhubung dengan Langit dan Bumi. Enerji Langit di Atas. Enerji Bumi di Bawah. Ia bergerak di antara Langit dan Bumi - di antara Yang dan Yin. Bergerak dari Yang ke Yin - dan dari Yin ke Yang. Dalam
G E R A K ia terus menembus di tengah - di Jalan Tengah Buddha.

Seperti Tai Chi - meditasi Zen dalam posisi duduknya - Zazen - juga menghubungkan meditator dengan Langit dan Bumi. Posisi punggung tegak yang mutlak - menghubungkan kita dengan Langit. Kaki yang menyentuh Bumi menyelaraskan keterhubungan kita dengan Bumi. Meditator berada di tengah - di tengah Langit dan Bumi - di antara Yang dan Yin. Ia akan terus berada di antara Yang dan Yin. Dalam hening dan pikiran kacau. Di antara rasa panas dan dingin. - di antara rasa sakit dan rasa nyaman. Bersemangat dan tidak bersemangat. Dalam D I A M - ia terus menembus di tengah. Di Jalan Tengah Buddha.

Meditasi Zen aliran Soto - Shikantaza - sangatlah unik. Inilah meditasi yang sering disebut sebagai Meditasi Duduk Saja. Diam Saja. Hanya Diam. Kecuali punggung yang mutlak harus tegak dan kaki yang menyentuh bumi - tidak banyak teknik terlibat di dalamnya.

Apakah mata harus membuka atau menutup? Memang dalam teori sering dianjurkan untuk membuka sedikit - tapi dalam praktek - mana yang anda rasakan nyaman untuk anda. Bagaimana mengatasi rasa sakit? Rasa sakit adalah sesuatu yang sangat alami. Sepanjang posisi benar - coba atasi dan apabila tak tertahan - berhenti dan mulai lagi. Bagaimana mengkondisikan pikiran/mind? Mind? Shikantaza adalah Meditasi No Mind! Shikantaza samasekali bukan lah mind-directed meditation seperti banyak meditasi lain - yang berlabel Zen sekali pun. Karena itu yang ditekankan adalah : Hanya Duduk. Hanya Diam. Anda tidak mengarahkan mind dan menjaga agar tidak diarahkan oleh mind. Sederhana? Ya! Mudah? Tidak!
Masalahnya - yang paling sederhana seringkali justru menjadi tidak sederhana - karena kebanyakan manusia pada dasarnya selalu ingin menjadi tidak sederhana.

Dua Master Zen Soto kontemporer yang paling banyak dikenal adalah Taisen Deshimaru Roshi dan Shunryu Suzuki Roshi. Sementara Taisen sangat tradisional - Shunryu Suzuki cenderung filosofis - dan itu sebabnya publik Barat menyukainya - seperti mereka sangat menyukai Prof. D.T.Suzuki.

Ada seorang Master Zen Soto di dekat Kamakura. Telah meninggal dunia dan tidak banyak dikenal. Tidak pernah menulis buku. Seorang Master yang misterius. Seorang Master yang sangat Zen - sangat Soto - dan sangat Dogen! Ia tidak butuh dikenal. Ia pernah melempar seorang muridnya - seorang Barat bergelar Doktor dalam Buddhisme. Melemparnya dengan buku tebal yang selalu dibawa murid itu kemana-mana. Sebelumnya Master Zen telah dengan keras menegur murid yang memang sangat intelektual ini. "Anda tak akan benar-benar mengerti Zen dengan buku yang selalu anda bawa itu. Mengapa terus anda bawa kemana-mana?" dan ketika nasehat dari Master Zen itu tak pernah digubris - ia pun melempar Doktor itu dengan buku tebalnya. Doktor itu marah - meninggalkan biara dan tak pernah kembali. Sang Master tak perduli. Roshi dalam kesehariannya adalah seorang yang sangat lembut dan santun - tetapi dalam hal-hal yang menyangkut prinsip - beliau dapat menjadi sangat tegas dan keras - dan semuanya itu dilakukan demi kebaikan murid itu sendiri.

Ia tak menulis buku karena ia lebih percaya pada I Shin Den Shin - Transmisi dari Hati ke Hati. Bukan dari pikiran ke hati - itu yang sangat dia yakini. Ia juga tak tertarik pada diskusi. Ia bahkan tidak perduli apakah ia dianggap seorang Roshi atau tidak - walau pun ia telah memiliki Inka. Ia tidak butuh pengakuan semacam itu. Ia seorang Master Zen sejati. Anda beruntung menjadi muridnya.

Seorang pendekar samurai sejati tak pernah mau mengabdi pada seorang daimyo. Ia memilih menjadi dirinya sendiri - tidak berlindung dibalik nama sebuah Keluarga Besar. Pendekar hebat Zato-Ichi - pendekar samurai buta yang melegenda - saya pikir adalah sebuah lambang. Lambang dari seorang samurai sejati yang telah demikian dalam masuk ke dalam dirinya - hingga dari luar ia terlihat buta. Ia melihat bukan lagi dengan mata fisiknya - tetapi lebih dengan mata batinnya karena ia telah menyatu total dengan dirinya - diri yang bukan diri. Tampak buta - tapi jangan anda coba coba mengganggunya. Dengan sekali tebasan pedang - jangankan anda - seekor lalat pun akan terbelah dua - demikian dikisahkan dalam legenda.

Seorang samurai sejati juga harus dapat sekaligus menjadi seorang ninja - yang bergerak hanya dalam diam dan secara rahasia. Ia membungkus rapat dirinya dan bergerak dalam gelap hingga ia tak dikenal - dan seorang ninja justru tak butuh dikenal.

Kata ninja terdiri dari dua karakter kanji Jepang - dan salah satu dari karakter tersebut adalah karakter Ren dalam versi kanji Bahasa Mandarin-nya. Karakter Ren sendiri terdiri dari dua karakter - Dao dan Xin yang secara kesatuan merupakan lambang pisau yang kemudian di potong dan bertumpu pada Hati - Hati Nurani. Suatu kekuatan dahsyat - akan menjadi sangat berbahaya apabila tidak bertumpu di atas Hati. Kekuatan adalah Yang. Hati adalah Yin. Yang dan Yin harus saling melengkapi.

Tai Chi dan Zen. Sesungguhnya Tai Chi dan Zen adalah Hidup itu Sendiri. Yang harus selalu berada di tengah. Di antara Yang dan Yin - dan selalu bergerak dari Yang ke Yin - dari Yin ke Yang. Dalam GERAK dan dalam DIAM. Selalu berada di tengah. Di Jalan Tengah Buddha.

Tai Chi. Zen. Hidup itu Sendiri !


Tambahan tentang Shikantaza :

Konon - Shikantaza adalah meditasi yang dilakukan oleh Siddharta Gautama - ketika ia telah mencapai puncak kejenuhan dan kegalauannya. Setelah bertahun-tahun dengan begitu banyak teknik dan metode - Siddharta merasa bahwa pencariannya mungkin hanya akan berakhir sia-sia. Di bawah pohon Bodhi - ia pun berteduh. Bermeditasi - tetapi hanya dengan duduk diam. Diam saja. Ia telah melepas semuanya - segala konsep dan kata. Dan terjadilah kemudian apa yang telah kita ketahui bersama.

Shikantaza cocok bagi mereka yang telah jenuh dengan segala konsep dan kata. Ini adalah satu meditasi untuk orang yang benar-benar independen. Orang yang telah siap melepas semuanya - yang telah jenuh dengan segala konsep, kata dan diskusi. Orang yang siap untuk sekedar duduk dan diam. Sekedar duduk dan diam dan tidak mengejar apa pun - bahkan pencerahan sekali pun. Master Zen Dogen Zenji mendeskripsikan Shikantaza dengan sangat menarik :

Duduklah diam.
Hanya diam.
Musim Semi Tiba -
dan rumput pun akan tumbuh dengan sendirinya.