Minggu, 03 Januari 2010

23 Gus Dur memang ciamik.












 













Foto Ilustrasi :


Foto Atas. Gus Dur. Mantan Presiden Indonesia ke 4 - K.H.Abdurrahman Wahid yang bernama asli Abdurrahman Al Dhakil - Sang Pendobrak. Seorang Pemikir Besar. Bapak Bangsa. Bapak Pluralisme. Bapak Lintas Agama. Lintas Suku. Lintas Budaya.

Foto Bawah. Patung Laksamana Zheng He/Cheng Ho. Laksamana Besar Tiongkok pada Jaman Dinasti Ming (1368 - 1644). Zheng He mengunjungi Indonesia pada tahun 1405. Dinasti Ming Tiongkok pada awalnya adalah sebuah Dinasti Muslim.  Walau pun dirinya seorang Muslim - Zheng He memimpin dengan sangat kompak sebuah Armada besar yang terdiri dari awak kapal yang kebanyakan justru beragama Buddha, Tao, Khong Hu Cu dan San Jiao - Agama Tradisional orang Tionghoa. Ia seorang manusia yang berpandangan sangat luas. Seorang Laksamana Besar - dan sekaligus juga seorang Manusia Besar.



Tradisi Keagamaan Tiongkok -  Agama Tao, Buddha, Khong Hu Cu - San Jiao atau Tri Dharma dan juga Zen - tidak menilai manusia dari Agamanya. Yang dinilai, dihargai dan bahkan dipuja adalah Tingkat Kesadaran Batin manusia yang bersangkutan.

Tidak Percaya? Pergilah anda ke Semarang. Ke Klenteng Gedong Batu - di daerah Simongan dekat pantai Semarang. Ke Klenteng Sam Po Kong. Siapakah yang menjadi Tuan Rumah di Klenteng tersebut? Ah . . . anda sudah tahu. Anda pasti sudah tahu. Ya . . . Laksamana Zheng He (Cheng Ho - dalam dialek Hokkian) - Seorang Muslim. Ia dinobatkan - dipuja - sebagai Sin Bing - karena kualitas kemanusiaannya.

Bukan hanya di Klenteng Gedong Batu. Pergilah anda ke Klenteng Thay Kak Sie - sebuah klenteng Buddha sakral dan tua di Gang Lombok - juga di Semarang. Anda akan temukan Laksamana Zheng He di sana. Di altar Sin Bing - tepat di sebelah Altar Utama.

Gus Dur bersikap sama. Dia melihat manusia lain - juga dari Tingkat Kesadarannya - bukan dari kriteria lain. Saya sempat melihat kedekatannya dengan seorang Pendeta Buddha/Bhikkhu Buddha - yang saya kenal. Saya melihat sendiri.

Saya juga melihat kedekatannya dengan beberapa tokoh Agama Khong Hu Cu. Dan karena itu - hari Kamis 31 Desember yang lalu - saya menerima SMS dari seorang teman - seorang tokoh Agama Khong Hu Cu untuk ikut pergi ke Bundaran Gladak dekat Alun-Alun kota Solo untuk bersama beberapa Elemen Masyarakat lain mengadakan satu upacara kecil untuk mengenang beliau.

Bagi Gus Dur - sekat sekat Agama - Suku dan Budaya tidak perlu ada. Sesungguhnya - memang seharusnya seorang manusia dinilai dari Tingkat Kesadaran Batinnya. Bukan dari Agama. Bukan dari Suku. Bukan Budaya. Bukan Gender. Bukan Usia.

Itulah Gus Dur. Tidak banyak orang seperti dia. Hanya manusia yang ber- Tingkat Kesadaran Batin sangat tinggi dapat bersikap seperti Gus Dur. Ia manusia yang sangat patut dihormati dan dihargai. Gus Dur merangkul Pemimpin Negeri yang telah memusuhinya dan bahkan konon berusaha mencelakainya pada masa lalu. Ia memaafkan dua Tokoh yang telah melengserkannya dari kursi Kepresidenan. Ia seorang Manusia Besar. Seorang manusia luhur.


Gus Dur. 
 Gus Dur memang ciamik.

Lahir di Jombang - 04 Agustus 1940
Meninggal Dunia - 30 Desember 2009

Selamat Jalan Gus !