Senin, 01 Februari 2010

24. Kue Ranjang ?






























Atas    -  Kue Keranjang  ini Negeri Jiran poenja. Kemasannya lebih menarik dan mereka sebut kue ini ' Kuih Bakul ' 
Bawah - Kue Keranjang buatan Lokal

Saya sungguh heran kenapa banyak orang menyebut kue yang satu ini kue ranjang. Kue ranjang? Apa hubungannya dengan ranjang? Biasanya kalau saya mendengar orang menyebut kue ranjang - saya akan langsung mengoreksi ' Oh . . . yang dimaksud . . . kue keranjang ta? '


Tapi ternyata yang menyebut kue ranjang sangat banyak. Bukan hanya bapak-bapak, ibu-ibu, mas-mas dan mbak-mbak. Ternyata - tante-tante, oom-oom, engkoh-engkoh dan tacik-tacik sama juga. Lama-lama saya jadi stres sendiri. Sekarang kalau ada yang menyebut kue ranjang - saya diam saja. Kue ranjang? Ah - kue ranjang ya karepmu.


Tentu nama yang benar adalah kue keranjang. Kan di Medan dan Malaysia - orang menyebutnya kuih bakul. Bakul itu kan keranjang. Jelas kan duduk soalnya?

Sedangkan dalam Bahasa Mandarin - kue ini disebut dengan nama Nien Kao dan dalam Dialek Hokkian-nya menjadi Ni Kwee. Konon kata ' kue ' dalam Bahasa Indonesia berasal dari kata ' kwee ' Bahasa Hokkian ini. Nien atau Ni artinya tahun - jadi kue keranjang ini memang adalah kue tahunan - yang dibuat hanya pada masa-masa menjelang Hari Raya Imlek - dan sekaligus menjadi bagian penting darinya.

Kue ini sebenarnya semacam kue dodol. Terbuat dari tepung ketan, gula dan minyak sawit. Tentu juga dengan aroma rasa. Biasanya yang paling umum - tradisional - itu rasa coklat dari campuran gula merah/gula kelapa. Juga ada yang ditambah coklat beneran. Atau juga rasa moka, atau vanili, pandan - bahkan juga rasa durian. Belakangan ada bahkan kue keranjang dengan aroma rasa strawberi. Kalau yang ini - saya pribadi lho - kok nggak cocok. Masa kue keranjang rasa strawberi. Kayaknya aneh. Ini jelas nyalahi pakem. Kue keranjang strawberi - walah walah.

Soal cara menikmatinya. Ada yang memakannya begitu saja. Seperti makan kue dodol. Ya tentu boleh-boleh saja - ini kan soal selera. Tapi kalau mau maknyuus di lidah - coba diiris tipis-tipis dan digoreng dengan campuran tepung terigu plus telur ayam. Wah - kalau begini - bisa maknyuus tenan - rasanya.

Di kota kelahiran saya - Solo - kue keranjang dijual di daerah Pecinan utamanya. Tapi sekarang kue ini sudah juga merambah masuk - terjual pula di supermarket-supermarket - hypermarket dan juga di mal-mal. Bahkan juga - di daerah pinggiran - di toko toko kecil pun kadang kita temukan pula kue Imlek yang unik ini. Tapi - kalau bicara pakar- penjual kue keranjang yang sudah puluhan tahun di kota Solo - ada di daerah Pasar Besar dan sekitar. Sebut saja yang namanya koh Gian - Toko Sinar : koh Ciang - Toko Kageha : di toko-nya koh Hien - toko tanpa nama di Pasar Besar dan juga di Jalan Cokronegaran - tanpa nama tapi toh laris dan banyak dikenal - dan juga koh Han - Toko Roti Jaya Abadi. Wah - engkoh-engkoh ini sudah puluhan tahun jualan kue keranjang di tokonya - jadi kalau mau tanya masalah kue keranjang tentu mereka pakarnya.

Di jaman jadul - tempo doeloe - kue keranjang dibuat dalam kemasan daun pisang. Sekarang sudah cukup susah menemukan kue keranjang yang dalam kemasan daun pisang. Saya sendiri lebih menyukai yang dalam kemasan daun pisang model jadul ini. Saya pikir lebih sehat karena tidak langsung terbungkus plastik. Dan setelah mencari kesana-kemari beberapa waktu yang lalu akhirnya saya temukan juga kue keranjang ala jadul bukan di tempat empat engkoh-engkoh tadi tapi di sebuah rumah makan - Cafe Star - yang ternyata selalu tiap tahun menjual kue keranjang model tempo doeloe ini.

Harga kue keranjang tahun ini - berkisar dari 14.000 rp per kilogram - ini mungkin yang temurah - hingga 30 - 40.000 rp yang buatan lokal. Kue keranjang buatan Negeri Jiran - lebih mahal - harganya berkisar dari 50- 60.000 rp per kilogram . Yang dari Negeri Jiran ini harus diakui kemasannya sangat menarik . Cuman yang impor punya ini bisa tahan satu tahun seperti tertulis pada tanggal kadaluwarsanya. Lho - kok lama bener ya - wah kok rasanya malah jadi nggak enak. Satu tahun? Biasanya kue keranjang per kilogram terdiri dari 4 kemasan kecil atau 3 kemasan tanggung atau 2 kemasan besar. Harga yang bervariasi dari 14.000 rp hingga 60.000 rp ini bagus juga karena menjadikan kue keranjang cukup terjangkau. Baik buat mereka yang sedang agak bokek maupun mereka yang kebetulan sedang tajir.

Ada cerita menarik tentang kue keranjang ini sebagai kue persembahan. Konon orang Tionghoa percaya bahwa seminggu sebelum Tahun baru Imlek - tepatnya pada tanggal 24 - bulan duabelas Imlek tahun sebelumnya - yang namanya Toa Pe Kong Dapur alias Dewa Dapur alias - Kongco Ciao Kun Kong - akan naik ke langit untuk melaporkan tingkah laku para penghuni tiap rumah tangga keluarga Tionghoa. Ini akan jadi rapor tahunan dari tiap keluarga Tionghoa.

Tentu yang dilaporkan berharap bahwa laporan Kongco Dewa Dapur tentang rumahtangga mereka yang bagus-bagus saja. Kan dilaporkan ke langit - nah kalau laporannya jelek kan bisa gawat tenan. Makanya - ada ada saja kiat yang dilakukan supaya laporan jadi bagus dan oke. Pada jaman dulu konon - pada malam 24 sembahyang pada Dewa Dapur ini - mulut sang Dewa Pelapor sengaja dilumuri madu manis agar nanti laporan yang keluar manis-manis. Juga dalam sesaji persembahan selalu disertakan berbagai jenis manisan - juga konon dengan maksud yang sama. Dan kue keranjang. Ada teman saya yang mengatakan bahwa kue keranjang yang terbuat dari ketan dan memang yang kalau dimakan terasa lengket melekat di gigi dan lidah ini - sengaja dipersembahkan agar sang Dewa Pelapor nanti pada waktu tiba di langit dan makan kue keranjang kesulitan untuk bicara banyak - lha kan sedang makan makanan yang lengket di mulut. Jadi laporan-nya jadi singkat saja. Ah - ini kan cerita saja - memang ada ada saja pikiran orang untuk buat dirinya dilaporkan baik-baik saja.

Tradisi keagamaan Tionghoa kadang memang penuh dengan hal-hal menarik dan tak terduga. Saya tidak akan bicara akademis tentang hal ini - tapi kalau anda ingin mengerti bagaimana pemikiran keagamaan Tionghoa bisa sangat berbeda dengan tradisi pemikiran orang Barat - misalnya dalam memandang para Suci/ para Dewa - anda dapat membaca buku klasik karangan seorang ahli Budaya Tiongkok. Dalam bukunya yang berjudul ' Americans and Chinese - Passage to Differences ' Prof. Francis Hsu membeberkan panjang lebar tentang perbedaan pemikiran Barat - khususnya Amerika dan pemikiran orang Tionghoa dalam berbagai aspek kehidupan. Sebuah buku klasik yang sangat menarik dan tebalnya lebih dari 500 halaman. Budaya Barat yang cenderung Hitam - Putih memang punya pandangan keagamaan yang sangat berbeda dengan pandangan tradisi Tionghoa.

Tapi ini kan tulisan tentang kue keranjang - dan bukan sebuah telaah akademis. Makanya saya batasi diri - saya tidak akan berbicara dengan satu telaah yang serius mengenai pandangan keagamaan Tionghoa. Ada tempatnya sendiri. Di sini saya hanya ingin memperkenalkan satu kue unik bernama kue keranjang yang selalu saja keliru disebut kue ranjang - kue maha penting dan yang selalu muncul dalam satu perayaan Tahun Baru Imlek.

Last but not least - sebentar lagi Sin Cia tiba. Tahun Baru Imlek sudah diambang pintu. Dan nanti tanggal 7 Pebruari - seminggu sebelum Imlek - Kongco Ciao Kun Kong - sang Dewa Dapur akan naik ke langit melaporkan kita punya kelakuan dan perbuatan selama setahun ini. Apakah kita sekeluarga ini be-sai atau e-sai , ceng-li atawa bo- ceng li.

Saya ucapkan saja - Selamat merayakan Tahun baru Imlek 2561.

Xin Cun Gong Xi ! Gong Xi Fat Chai !